Wednesday 31 May 2017

BERBAGI PENGALAMAN MENJADI MUSYRIF

BERBAGI PENGALAMAN MENJADI MUSYRIF   


        Tulisan ini adalah berdasarkan temuan di lapangan, sebagai rujukan tambahan bagi pendidik. Dalam menghadapi anak bermasalah.
 1. MEMBUAT IDENTITAS BAIK DI SANTRI
     Membuat identitas baik di santri  itu adalah keharusan. Ada pendidik yang terkenal suka garuk garuk, suka ngupil, suka bercanda berlebihan, sering menyebut satu kata seperti dalam ceramah sering menebut kata “ aaaaa’ ” dan lain lain yang seumpama dengan hal hal tersebut. Ingatlah bahwasanya pendidik itu pusat perhatian santri. Apapun kebiasaan kita akan dihafal oleh sebagian besar santri. Itulah sebabnya ada yang dijuluki ustadz gatal, ustadz ngupil, ustadz cepot, ustadz aaaaa’ dan lain sebagainya yang merupakan hinaan. Ketika hal itu terjadi, maka hilanglang salah satu fungsi pendidik, yaitu menjadi tauladan, karena setelah itu santri tidak akan mau meneladani bahkan tidak akan mendengar ucapannya. Hatila-hatilah sebelum berkata dan berbuat. Ingatlah bahwa pendidik itu bak artis. Buatlah identitas baik di santri seperti dikenal menjad ustadz twaddu’, ustadz ramah, ustadz baik hati, ustadz perhatian dan seumpama itu. Wallohu a’lam.
2. MEMBERIKAN SESUATU (MATERI) DAN MEMBERIKAN RASA AMAN DARI RASA TAKUTSantri akan merasa butuh dan akan sangat patuh jika pendidik bisa sebagai pelaku kedua hal tersebut. Materi yang diberikan tidak harus mahal dan tidak harus sering, akan tetapi berikan sesuatu dengan cara dan agar bisa berkesan. Contohnya Saya sesekali memberikan santri menelpon orang tuanya , membelikan mereka jajan, mendengar mereka curhat dan membantu menyelesaikan masalahnya. Sering ada santri yang kehilangan barangnya dan saya selalu bantu sampai habis batas kemampuan, sehingga jarang barang mereka tidak puas dengan bantuan saya. Dengan begitu mereka merasa diberikan sesuatu dan diberikan rasa aman. Wallohu a’lam.
3. KAIDAH KAIDAH PENTING DALAM MENGHUKUM
  • MEMAAFKAN LEBIH BAIK DARI PADA MENGHUKUM
Saya pernah menemukan anggota mudabbir sedang main til (permainan sejenis catur). Saya tidak menghukumnya dengan hukuman sebagaimana biasanya. Saya seolah memaafkannya, hanya menasihatinya. Hal tersebut karena mereka santri yang aktif membantu menggerakkan aktifitas santri lainnya, juga karena mereka santri yang sangat jarang berbuat salah. Wahai kawanku, ingatlah jika anak sering dimengerti dia akan tumbuh sebagai pribadi yang percaya diri. Kemudian....
  • TABAYYUN
Seorang santri yang diduga merokok suatu hari kabur dari lingkungan pesantren gara gara merasa difitnah. Bukan teman yang memfitnahnya tapi saya sendiri. Saya sangat menyesal saat itu, sehingga menjadi pelajaran sangat berharga. Jadi, sebelum pendidik mencari kejelasan masalah (tabayyun), harus mengkonsep kalimat tabayyunnya (bukan introgasi, karena kalimat tersebut berkonotasi negative). Kesalahan yang sangat besar adalah terburu buru menghukum santri. Hukuman yang dimaksud di sini adalah segala jenis hukuman, termasuk hukuman teguran. kemudian...
  • MEMAHAMI PENYEBAB TERJADINYA PELANGGARAN
Saya sering melakukan BK (Bimbingan dan konseling) santri santri bermasalah, di antaranya seorang santri yang dikenal sering kabur dan tidak sholat berjamaah. Penyebabnya adalah; dia belum faham tata tertib, kurang perhatian dari orang tua, sering telat tidur, dan lain lain. Setelah saya mencoba menghilangkan penyebabnya, secara perlahan dia menjadi santri tauladan.  Usaha saya adalah; menjelaskan sesering mungkin tujuan dan dalil sebuah tata tertib, koordinasi dengan orang tuanya, menjadi orang tuanya (dengan memberikan sesuatu dan memberikan rasa aman), selalu mengontrol jam tidurnya, dan lain-lain.

  • BERTAHAP DALAM MEMBERIKAN HUKUMAN
Seperti biasa saya akan paparkan sekedar contoh. Ada santri kelas viii yang point pelanggarannya sudah melewati batas maksimal, sehingga akn segera dikeluarkan. Maka saya dipanggil oleh kepala asrama untuk menyelamatkan santri tersebut agar pemecatan bukan satu-satunya solusi untuk dia. Saya pun menyepakatinya sebagai tantangan kerja sekaligus sebagai experiment saya. Usaha saya adalah memberikan anak tersebut kartu tugas yang berisi bangun sebelum subuh, tidak tidur setelah subuh, sholat shubuh di sap pertama, tidak masbuk di sholat-sholat lainnya, berangkat sekolah jam 7. Dua minggu kemudian, saya menambahkan; sholat ashar di sap pertama, sholat isya’ di sap pertama, dan tahajjud. Satu minggu setelah itu saya tambahkan; wajib menemui saya satu kali sehari untuk belajar bahasa arab. Tdak butu setengah tahun anak tersebut menjadi santri yang sangat baik.
Kemudian, ada tahapan baik yang perlu diterapkan; memberikan nasehat dan arahan, membenarkan kesalahan dengan praktik langsung (jika masih melanggar), mengkritik langsung (jika masih melakukan kesalahan yang sama), mengancam (jika masih melakukan pelanggaran tersebut), mencuekkannya (jangan lebih dari tiga hari), memukul fisik (jika hukuman sebelumnya tidak berpengaruh) Wallohu a’lam.
 4. TARIK ULUR SIKAPSaya sering membaangkan santri seperti layang-layang. Layang layang akan terlihat menarik apabila kita sering tarik ulur talinya. Begitu juga dengan peserta didik, sesekali kita tegas dan sesekali kita harus memahaminya sebagai bentuk lemah lembut kepada mereka. Saya pernah memukul santri dan saya tidak melupakannya sampai saya berbuat baik (berlemah lembut kepadanya) sebagai penyeimbang. Hal ini ternyata dampaknya sangat bagus, dengannya pendidik disegani (bukan ditakuti) dan disayangi.
 5. MEMIKIRKAN METODE BARU SEPERTI MEMIKIRKAN RUMUSIngatlah ihwan, tidak ada manusia yang memiliki sifat yang sama (kalau mirip banyak). Begitu juga santri, mereka tidak ada yang sama sifatnya. Pendidik harus mengenal sifat mereka sedetail-detailnya sampai menemukan perbedaan mereka. Sesekali, sempatkan diri untuk memikirkan metode yang tepat dalam menghadapi perbedaan sifat santri dengan mengerahkan seluruh tenaga atau memeras otak seperti menyeleseaikan soal dengan rumus. Dan selalu menghafal sifat mereka seperti menghafal rumus.
6. MEMBANGUN KEHARMONISAN DENGAN REKAN KERJADengannya pendidik menikmati pekerjaannya. Miss komunikasi pasti terjadi. Pendidik harus pandai berkomunikasi dengan rekan kerja atau atasan, dan pandai menyelesaikan masalah ketika miss komunikasi. Kalau kerja tidak nyaman, dipastikan hasilnya kurang maksimal.
 7. BIASAKANLAH…Biasakanlah peserta didik diatur dan biasakanlah diri kita mengatur, mengevaluasi, menghukum atau memberi reward secara berkesinambungan namun berkala. Perhatikan contoh-contoh berikut: “ wahai ali, matikan kipas angin- kipas angina yang ada di kelas kelas” kataku saat itu kepada santri yang terkenal nakal. Dan santri tersebut berkali kali saya perintah sebagai pembiasaan agar terbiasa menerima instruksi. Kemudian, saya sering menunggu santri santri kamar binaan saya keluar dari masjid. Saya berdiri di depan pintu mereka seraya menyalami dan berkata “rapikan sandal kalian di tempatnya, jagalah kebersihan!”. Tidak butuh waktu yang lama mereka pun terbiasa merapikan sandal mereka di tempat sandal. Kemudian, setiap saya membangunkan santri, saya mengharuskan mereka untuk langsung duduk. Beberapa kali di awal awal pembiasaan, saya dan mereka merasa terpaksa dengan hal ini. Akan tetapi saya dan mereka akhirnya terbiasa karena dilakukan terus menerus.
Sebelum saya menceritakan pengalaman pribadi lagi, saya akan menceritakan sebagian keadaa di pesantren tempat saya bekerja. Santri kami didominasi anak orang kaya. Mereka terbiasa dimanjakan. Wali santri berpendidikan. Banyak yang sering komplain. Jumlah santri dalam satu kamar 26 orang. Satu orang menjadi wali di dua kamar.
 8. ISTIQOMAHLAH…Berbuat baik itu gampang, namun sulit istiqomah. Sebagaimana di masjid masjid pada bulan romadhon yang hanya ramai di awal bulan dan akhir bulan. Kemudian Semangat kerja di tempat kerja sangat baik di awal bulan dan akhir bulan. Kemudian taubat dari maksiat berkali kali. Hal hal tersebut adalah contoh contoh di luar pendidikan yang menunjukkan karakter sebagian besar orang termasuk pendidik. 
Saya pernah menghukum santri. Setiap hari dia harus setor muka ( minimal jabat tangan dengan saya) tiga kali. Maka saya harus mencarinya jika pada jam jam yang sudah ditentukan dia tidak menemui saya. Saya sering mencatat keputusan saya agar senantiasa mengingatnya. Karena sekali saja saya lupa, saya khawatir mereka akan berkata dalam hati “ saya tidak takut karena dia cepat lupa”. Dan pada akhirnya mereka tidak akan lagi mematuhi saya.
   x


2 comments: